Minggu, 29 Januari 2017

Tumpek Landep



MAKNA HARI SUCI TUMPEK LANDEP


BAB I
PENDAHULUAN

  • Latar Belakang
Hari suci adalah hari yang diperingati atau diistimewakan, berdasarkan keyakinan bahwa hari itu mempunyai makna dan fungsi yang penting bagi kehidupan seorang atau masyarakat baik karna pengaruhnya, maupun karna nilai-nilai yang terkandung didalamnya. Berdasarkan kitab suci maupun pengalaman tradisional, hari itu memberikan pengaruh terhadap kehidupan tingkat kesadaran manusia itu sendiri yang menjunjung tinggi nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya.
Pada hakekatnya semua agama memiliki hari suci atau hari – hari besar keagamaan. Demikian pula agama Hindu banyak sekali mempunyai hari-hari suci keagamaan, seperti hari raya nyepi, galungan, kuningan, saraswati, siwaratri, dan yang lainya. Hari -hari suci bagi umat hindu merupakan hari yang sangat baik untuk melakukan pemjaan kehadapan Hyang Widhi atau Tuhan Yang Maha Esa, beserta segala manifestasi-Nya. Oleh karena itu pada hari tersebut merupakan hari yang baik untuk melaksanakan yadnya.
Untuk menentukan hari-hari suci didasarkan atas perhitungan wewaran, pawukon, tanggal panglong, dan sasih. Hal ini banyak dijelaskan dalam wariga, yaitu pedoman untuk menccari ala-ayuning (baik-buruk) hari atau dewasa.
Hari suci disebut pula dengan istilah Hari Raya karena hari tersebut diperingati dan dirayakan dengan acara khusus dan istimewa oleh umat Hindu dengan penuh khidmat. hari suci di Bali disebut “Rahinan”.
Hari Raya keagamaan bagi umat Hindu dibedakan menjadi dua macam yaitu:
1.        Berdasarkan atas perhitungan sasih (Pranata Masa), seperti hari raya Nyepi dan hari raya Siwalatri.
2.        Berdasarkan pawukon (Wuku), yaitu: hari raya Galungan, hari raya Kuningan, hari raya Saraswati dan hari raya Pagerwesi.
Kemudian secara mengkhusus ada lagi hari raya keagamaan yang berdasarkan Pawukon (Wuku) yang dibedakan menjadi empat kelompok besar diantaranya:
1.        Buddha Kliwon
2.        Tumpek
3.        Buddha Wage/ Buddha Cemeng
4.        Anggara Kasih
Untuk memahami rangkaian pelaksanaan hari suci, terlebih dahulu harus mengetahui dan hafal dengan nama – nama Sasih dalam tahun Saka, hafal nama – nama Wewaran dan nama – nama Wuku.
  • Rumusan Masalah
1.        Apakah pengertian tentang hari raya suci Tumpek Landep?
2.        Apa saja makna dan fungsi sarana prasarana dalam melakukan upacara Tumpek Landep?
3.        Bagaimana tata cara pelaksanaan dalam upacara Tumpek Landep?
  • Tujuan Masalah
1.        Agar kita mengerti arti hari raya suci Tumpek Landep.
2.        Agar kita mengerti makna dan fungsi banten yang dipergunakan pada melakukan upacara Tumpek Landep.
3.        Agar kita mengetahui tata cara dalam melakukan upacara Tumpek Landep.

BAB II
PENDAHULUAN

  • Pengertian Hari Suci Tumpek Landep
Di dalam ajaran Acara Agama Hindu, memiliki beberapa hari suci Tumpek yang memiliki fungsi dan makna berbeda – beda pada setiap hari tumpek. Mengenai makna dari hari raya suci Tumpek, dapat penulis menjelaskan berdasarkan kosa kata “Tumpek” berasal dari kata “Tampa” yang artinya turun (kamus jawa kuna Indonesia), kata tampa mendapat sisipan Um, menjadilah kata “Tumampa”. Dari kata tumampa mengalami perubahan konsonan, menjadi kata “Tumampak” yang artinya berpijak, kemudian mengalami perubahan menjadi kata keterangan keadaan sehingga menjadi kata “Tumampek” yang mengandung arti dekat. Kemudian kata Tumampek mengalami persenyawaan huruf “M”, sehingga menjadi kata “Tumpek”. Dengan demikian hari suci tumpek adalah mengandung penegrtian dan makna bahwa pada hari suci Tumpek merupakan hari peringatan turunnya kekuatan manifestasi Sang Hyang Widhi ke dunia.
Hari raya Tumpek Landep adalah hari yang dikhususkan untuk memohon keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang dalam wujudnya sebagai Dewa Senjata ( Pasupati ). Tumpek Landep diperingati saat Saniscara Kliwon wuku Landep setiap 6 bulan sekali. Pelaksanaan upacara Tumpek Landep dilaksanakan di Bali karena mengandung hakekat dan makna yang tinggi dan sangat berhubungan dengan kehidupan manusia di dunia terutama mengenai intelegensi manusia, karena manusia itu sendiri adalah termasuk makhluk religious yang selalu berhubungan dengan kekuatan supra natural.
Dari kata Landep sendiri mengandung pengertian  Tajam atau ketajaman. Tumpek Landep adalah ungkapan rasa terima kasih umat Hindu khususnya di Bali terhadap Sang Hyang Widi Wasa yang turun  ke dunia  dan memberikan ketajaman pemikiran kepada manusia. Adapun ketajaman itu layaknya senjata yang berbentuk lancip/runcing seperti keris, tombak dan pedang.
Dalam pengertian lain bahan logam seperti besi,  perak, perunggu tersebut sudah banyak membantu dan mempermudah pekerjaan manusia dalam kehidupan sehari hari.  Hari raya Tumpek Landep sendiri adalah rangkaian dari  hari raya yang lain dan bila diurutkan akan seperti ini : hari raya Galungan, hari raya Kuningan, hari raya Saraswati dan hari raya Siwaratri dan hari raya Tumpek Landep itu sendiri. Dalam perayaan Tumpek Landep sendiri bisa dilakukan di rumah dan pura dengan cara mengumpulkan benda benda pusaka atau benda yang terbuat dari logam, upacara ini dilakukan dari pagi hingga sore hari.
Upacara ini terus dilakukan secara turun temurun sampai saat ini, dimana pada masa sekarang tidak hanya senjata yang terbuat dari besi namun barang/alat lain yang mengandung unsur besi atau benda dapat bergerak terbuat dari logam seperti  (sepeda motor, mobil) alat rumah tangga dan lain lain  yang ikut diupacarakandiberikan hiasan khusus dari janur yang di sebut tamian.Saat upacara berlansung benda benda yang terbuat atau mempunyai unsur logam ini diberikan sesajen agar dapat mempermudah dan memperlancar kegiatan manusia untuk menjalani kehidupan sehari hari.
Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa hari raya Tumpek Landep adalah hari raya mengandung arti permohonan, ungkapan rasa syukur dan terima kasih kepada  Sang Pencipta yang telah memberikan kemudahan, rahmat dan ketajaman pikiran, di hari ini juga manusia dan umat Hindu khususnya di Bali di ajarkan agar dapat mempergunakan dan memanfaatkan benda yang terbuat dari logam untuk kesejahteraan dan kemakmuran dalam menjalankan  kehidupan.
Bali ialah suatu daerah yang kental sekali perpaduan unsur budaya, adat istiadat, maupun kepercayaan, sehingga ketika Anda datang ke Bali bukan hanya bisa menyaksikan berbagai keindahan alam yang mewujud dalam pantai, laut, gunung, lembah, sungai, namun juga keunikan dan kekhasan lainnya dari masyarakat yang ada disini. Salah satunya, kalau bertepatan waktunya, Anda bisa menyaksikan upacara pada Hari Raya Tumpek Landep ini. (Sudarsana,2003:15)
  • Sarana Upakara Pelaksanaan Tumpek Landep
Makna hari suci Tumpek Landep dapat dijelaskan sebagai berikut berdasarkan pada sumber – sumber sastra Agama Hindu serta dari makna yang terkandung didalam sebutan Pasupati. Kata Pasupati berasal dari kata “Pasu” dan “Pati” kemudian kata pasu dapat diartikan “Sato” dan untuk mendapatkan maknanya maka kata Sato dapat dihubungkan dengan Tattwa, menjadilah kata “Sattwa”. Sedangkan kata sattwa berasal dari suku kata “Sat” dan “Twa”,dengan demikian kata Sat dapat diartikan “Inti” sedangkan suku kata Twa dapat diartikan “Kebenaran”.
Demikian juga kata Pati dapat diartikan “Sumber” oleh karena itu maksud dari kata pasupati adalah “kekuatan yang timbul, tetap bersumber pada kebenaran”. Pada pelaksanaan upacara Tumpek Landep juga mempergunakan sarana Uparengga (simbul suci) yang bersifat tajam yaitu sebilah “senjata keris” karena keris ini memiliki tiga buah mata pisau yaitu pada :
1.        Rai keris sebelah kanan sebagai nyasa simbol kekuatan Hyang Brahma memiliki kekuatan “Sakti”.
2.        Rai keris sebelah kiri sebagai simbol kekuatan Hyang Wisnu memiliki kekuatan “Sidi”.
3.        Pada ujung keris adalah sebagai simbol kekuatan Sang Hyang Siwa memiliki kekuatan “Mandhi”.
Dari ketiga kekuatan tadi tidak hanya bersifat spiritual saja namun juga bersifat nyata, seperti kata “Sidhi” juga dapat diartika “Sidha” yang maksudnya kebersihan, sedangkan kata “Sakti” dapat diartikan “Sakta” yang dimaksudkan ada, dan kata “Mandhi” dapat diartikan “Mandha” yang maksudnya selalu mengalir. Dengan demikian segala bentuk anugrah dari Sang Hyang Widhi kedunia selalu bersifat “Wahya” dan “Diatmika” (sekala niskala), agar tetap terjaganya keserasian, keseimbangan dan keselarasan antara dunia dan akherat atau alam bhaka dan alam fana. Sehubungan dengan simbol senjata keris tadi adalah merupakan budaya hindu yang mengandung nilai – nilai tattwa yang sangat tinggi dan sacral, karena setia ada kegiatan upacara hindu lebih sering disertakan dengan sebilah keris seperti upacara masang pedagingan, upacara tebasan penampahan, upacara pernikahan, upacara mepulang dasar bangunan suci, pada upacara nuntun Bhatara, Dewa Hyang, dan lain – lainnya. (sudarsana,2003:18)
Namun kenyataannya dizaman sekarang dikalangan umat hindu bnayak umat yang tidak memiliki senjata keris karena warisan, kerisnya pun dijual dijadika uang dan banyak keris – keris yang sakral berada pada orang – orang barat. Oleh karena itu, melalui tulisan ini penulis memohon dengan hormat kepada umat hindu agar kembali membudidayakan senjata keris. Demikian juga mengenai pengertian umat hindu dimasa sekarang terhadap makna dari pelaksanaan Tumpek Landep sering kali dipersepsikan adalah hari pawetonan mobil, penegrtian demikianlah keliru namun mobil tersebut boleh dibuatkan upacara pada hari tumpek landep tetapi nilai simbol agama yang berupa keris harus ada karena keris tersebut juga menyimpulkan adanya Tri Bhuwana di Bhuwana Agung (Bhur,Bwah,Swah) dan Tri Bhuwana yang ada di Bhuwana Alit (Sabda,Bayu,Idep). Adapun sarana dan prasarana dalam Tumpek Landep yaitu :
1.        Upakara munggah di kemulan
  • Pejati lengkap asoroh
  • Tumpeng abang 2 bungkul lengkap dengan rerasmen, dengan sampian tumpeng, penyeneng semuanya memakai sarana daun endong bang.
  • Canang pesucian
1.        Upakara ayaban sinestane mempergunakan tumpeng 5 bungkul
  • Banten sesayut pasupati
  • Banten prayascita
  • Bayekawonan
  • Segehan abang 1 tanding
  • Tata Cara Pelaksanaan Tumpek Landep
Dalam hubungannya dengan pelaksanaan ajaran Agama Hindu, kata ācāra sering diberi awalan upa, yang bermakna sekitar sehingga kata upācāra bermakna sekitar tata cara pelaksanaan Agama Hindu. Dengan demikian ācāra agama Hindu menyangkut persoalan sekitar tempat upacara (lokasi), saat upacara (durasi), suasana upacara (situasi), rangkaian upacara (prosesi), ucapan upacara (resitasi), alat upacara (sakramen), dan bunyi-bunyian upacara (instrumen). Akan tetapi dalam pelaksanaannya upācāra agama Hindu terkadang menunjukkan adanya perbedaan di berbagai daerah sesuai dengan sima atau drsta-nya masing-masing.
Acara dalam maknanya sebagai kebiasaan memang memiliki arti yang kurang lebih sama dengan kata ”drsta”. Drsta berasal dari urat kata Sansekerta ”drs” yang berarti memandang atau melihat. Kemudian, kata ”drsta” memiliki makna konotatif yang sama dengan tradisi (Sudharma, 2000). Acara atau Drsta dibagi menjadi 5 (lima), yaitu :
1.        sastra drsta berarti tradisi yang bersumber pada pustaka suci atau sastra agama Hindu;
2.        desa drsta berarti tradisi agama yang berlaku dalam suatu wilayah tertentu;
3.        loka drsta adalah tradisi agama yang berlaku secara umum dalam suatu wilayah;
4.        kuna/purwa drsta berarti tradisi agama yang bersifat turun-temurun dan diikuti secara terus menerus sejak lama; dan
5.        kula drsta adalah tradisi agama yang berlaku dalam keluarga tertentu saja
Perbedaan pelaksanaan ācāra agama karena perbedaan drsta ini hendaknya tidak menjadi masalah, tetapi sebaliknya menjadi kekuatan Hindu untuk menumbuh-kembangkan lokal jenius di setiap daerah sehingga Hindu dapat tampil dengan karakter lokal yang unik dan khas.
Berkenaan dengan pelaksanaan upacara Tumpek Landep menurut isi lontar Sundarigama di atas maka upacara ini difokuskan pada pemujaan Bhatara Siwa dalam manifestasi-Nya sebagai Sanghyang Pasupati. Adapun tata cara pelaksanaannya adalah sebagai berikut.
Di Sanggar Pamujan atau Sanggah/Merajan dihaturkan tumpeng putih selengkapnya, lauknya ikannya ayam, grih trasibang (ikan asin dan terasi merah), sedah, dan woh (buah-buahan). Banten ini dipersembahkan kepada Bhatara Siwa. Dengan pangastawa-nya sebagai berikut:
Om Namah Siwaya sarwaya
Dewa-dewa ya wai namah
Rudraya bhuwanesaya
Siwa rupaya wai namah
Pada sarana yang akan diupacarai (senjata, alat-alat dari besi, mobil, motor, dan sebagainya) dihaturkan sesayut jayeng prang, sesayut kusuma yudha, suci, daksina, peras, dan canang wangi-wangi. Babantenan ini di-ayab-kan kepada semua sarana tadi dengan puja astawa dipersembahkan kepada Sanghyang Pasupati. Adapun pangastawa-nya sebagai berikut:
Om Namaste Bhagawan Wisno
Namaste Bhagawan Hare
Namaste Bhagawan Krsna
Jagat raksa namostute
(Pasupati Stawa dikutip dari Pudharta, 2008:10)
Dalam praktik keberagamaan Hindu nusantara yang tidak saja berasal dari etnis Bali maka tata cara pelaksanaan Tumpek Landep dapat disesuaikan dengan kebudayaan daerah masing-masing. Tradisi Jawa (kejawen) misalnya, juga mengenal ritual membersihkan senjata pusaka seperti keris, tumbak, dan pedang pada tanggal 1 Suro. Di keraton Yogyakarta (Ngayogyakarta Hadiningrat) upacara ini dilaksanakan secara besar-besaran dengan gelaran acara “Kirab Pusaka Kraton”. Ini menunjukkan bahwa tradisi yang sejenis dengan Tumpek Landep sangat mungkin ditemukan dalam berbagai tradisi lokal. Oleh karena itu, akan lebih baik jika tradisi lokal tersebut tetap dilanjutkan serta memadukannya dengan sentuhan khas Hinduisme sehingga tradisi ini melekat dalam sanubari umat Hindu di seluruh Indonesia.
Pertama – tama ngunggahang upakaranya dikemulan rong tengah, sedangkan pada rong yang lainnya boleh mempergunakan banten soda atau canang sari.
1.        Pada rong tengah dari kemulan, ngunggahang toya (air) berisi asaban cendana, majagau dan menyan serta berisi base tubungan 1 buah.
2.        Kemudian mengambil sebilah keris atau tombak (memiliki tiga mata pisau) sebagai simbol. Keris atau tombak tersebut dibersihkan dengan minyak wangi, kemudian diletakkan pada banten sesayut pasupati yang sudah tertata.
3.        Pemimpin upacara menyiapkan diri untuk nganteb upakara tersebut, dimulai dengan tirta pembersihan.
4.        Pemimpin upacara memulai melaksanakan pengutpeti, stiti melalui pengastawanya.
5.        Pengastawa kehadapan Hyang Siwa Raditya (idem).
6.        Pengastawa kehadapan Sang Hyang Tri Murti.
Mantra :
Ong, Dewa Dewa Tri Dewanam
Tri Murti Tri Linggadmanam
Tri Pusura Sudha Nityam
Sarwa Jagat Pranamyanam
Ong, Hrang Hring Syah Tri Murti
Yenamah Swaha
7.        Pengastawa kehadapan Sang Hyang Pasupati
Mantra :
Om Sanghyang Pasupati Ang-Ung Mang ya namah svaha
Om Brahma astra pasupati, Visnu astra pasupati, Siva astra pasupati, Om ya namah svaha
Om Sanghyang Surya Chandra tumurun maring Sanghyang Aji Sarasvati-tumurun maring Sanghyang Gana, angawe pasupati maha sakti, angawe pasupati maha siddhi, angawe pasupati maha suci, angawe pangurip maha sakti, angawe pangurip maha siddhi, angawe pangurip maha suci, angurip sahananing raja karya teka urip, teka urip, teka urip.
Om Sanghyang Akasa Pertivi pasupati, angurip keris,
Om eka vastu avighnam svaha
Om Sang-Bang-Tang-Ang-Ing-Nang-Mang-Sing-Wang-Yang-Ang-Ung-Mang
Om Brahma pasupati
Om Visnu Pasupati
Om Siva sampurna ya namah svaha
Sesonteng :
Sang tabeya Namasiwa ya, pukulun paduka Bethara Sang Hyang Siwa Raditya, Sang Hyang Ulan Lintang Tranggana meraga Sang Hyang Triodasa Saksi, Sang Hyang Tri Murti, mekadi Sang Hyang Pasupati, saksinin pangubhaktin pinakengulun, angaturaken tadah saji pawitra seprakaning saji pasupati asung kertha nugraha Bethara anugraha ripinakangulun, kesidhian, kesaktian, kemandian, manut ring swadharmaningulun nanging akedikulun angaturaken, agung pinakengulun amelaku, mangda tan keneng kecampahan, cakrabhawa, tulahpamidi de paduka Bethara kinabehan. Ong sidhirastu pujaningulun.
8.        Sesudah itu ngaturang pesucian dengan memercikkan tirta prayascita, bayekawonan, pesuciannya, dan penyeneng, kea rah bangunan suci kemulan dan kepada senjata keris.
9.        Selanjutnya mengucapkan mantra pebhuktyan.
10.     Kemudian Sang Penganteb memimpin persebahyangan bersama, sampai selesai metirtha, memakai bija,maka selesailah sudah pelaksanaan dari upacara Tumpek Landep.

BAB III
PENUTUP

  • Kesimpulan
Salah satunya Hari suci Tumpek Landep yang dirayakan Saniscara Kliwon Wuku Landep. Tumpek Landep menjadi hari raya tumpek yang pertama dalam satu siklus pawukon. Dalam hari raya ini orang Bali mengupacarai berbagai jenis senjata, alat pertanian, perabotan rumah tangga terutama yang terbuat dari besi. Dan dalam jaman modern seperti sekarang sampai dengan mobil dan pesawat diupacarai, mungkin itu cara orang Bali dalam menghargai berbagai hal meskipun itu pada dasarnya benda mati, dan orang Bali percaya kalau kita menghargai sesuatu secara tidak langsung kita menghargai diri kita.
Secara konsepsi, menurut yang pernah saya baca dalam buku Hari Raya tumpek yang dipuja pada hari Tumpek Landep adalah Sanghyang Pasupati. Selain itu, Tumpek Landep juga sebagai pujawali Batara Siwa yang berfingsi melebur atau mamralina. Tumpek Landep merupakan hari peringatan untuk memohon keselamatan ke hadapan Hyang Widi Wasa dalam Manifestasinya sebagai Dewa Senjata atau peralatan yang dibuat dari besi, logam, perak, emas dan sejenisya yang dipergunakan oleh manusia dalam kehidupan.
Pengharapannya tentu saja agar segala benda yang telah sangat membantu aktivitas manusia itu kian diberkahi sehingga tetap memberikan tuah, tetap memberikan manfaat bagi kerahayuan umat manusia dan dunia. Di sini juga tersirat adanya ungkapan terima kasih manusia Bali terhadap berbagai jenis benda atau alat-alat produksi tersebut. Beginilah memang cara tradisional manusia bali menghargai keberadaan teknologi. Kendati pun secara fisik yang tampak adalah pemberian sesajen kepada senjata pusaka atau alat-alat produksi, secara esensi sejatinya sebagai pernyataan syukur dan penghargaan karena segala teknologi itu telah membantu manusia dalam menjalani hidup dan penghidupannya.
Itu berarti manusia Bali mesti mengedepankan logika, olah piker. Pesan ini pula yang disiratkan dari perayaan hari Tumpek Landep. Agar manusia tiada henti mengasah ketajaman pikirannya sehingga tercapai kecemerlangan budi.
Dalam buku Ajaran Agama Hindu : Acara Agama (Yayasan Dharma Acarya, 2003) kata landep berarti ‘tajam’ atau ‘ketajaman’. Dengan demikian hari suci Tumpek Landep adalah peringatan turunnya manifestasi Sanghyang Widhi Wasa ke dunia dengan prabawa Shanghyang Pasupati untuk menganugrahkan intelegensia (IQ) kepada semua mahluk di dunia.








Top of Form
Bottom of Form

Tidak ada komentar:

Posting Komentar