MAKNA HARI SUCI
TUMPEK LANDEP
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Hari
suci adalah hari yang diperingati atau diistimewakan, berdasarkan keyakinan
bahwa hari itu mempunyai makna dan fungsi yang penting bagi kehidupan seorang
atau masyarakat baik karna pengaruhnya, maupun karna nilai-nilai yang
terkandung didalamnya. Berdasarkan kitab suci maupun pengalaman tradisional,
hari itu memberikan pengaruh terhadap kehidupan tingkat kesadaran manusia itu
sendiri yang menjunjung tinggi nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya.
Pada
hakekatnya semua agama memiliki hari suci atau hari – hari besar keagamaan.
Demikian pula agama Hindu banyak sekali mempunyai hari-hari suci keagamaan,
seperti hari raya nyepi, galungan, kuningan, saraswati, siwaratri, dan yang
lainya. Hari -hari suci bagi umat hindu merupakan hari yang sangat baik untuk
melakukan pemjaan kehadapan Hyang Widhi atau Tuhan Yang Maha Esa, beserta
segala manifestasi-Nya. Oleh karena itu pada hari tersebut merupakan hari yang
baik untuk melaksanakan yadnya.
Untuk
menentukan hari-hari suci didasarkan atas perhitungan wewaran, pawukon, tanggal
panglong, dan sasih. Hal ini banyak dijelaskan dalam wariga, yaitu pedoman
untuk menccari ala-ayuning (baik-buruk) hari atau dewasa.
Hari
suci disebut pula dengan istilah Hari Raya karena hari tersebut diperingati dan
dirayakan dengan acara khusus dan istimewa oleh umat Hindu dengan penuh
khidmat. hari suci di Bali disebut “Rahinan”.
Hari
Raya keagamaan bagi umat Hindu dibedakan menjadi dua macam yaitu:
1.
Berdasarkan atas perhitungan
sasih (Pranata Masa), seperti hari raya Nyepi dan hari raya Siwalatri.
2.
Berdasarkan pawukon
(Wuku), yaitu: hari raya Galungan, hari raya Kuningan, hari raya Saraswati dan
hari raya Pagerwesi.
Kemudian
secara mengkhusus ada lagi hari raya keagamaan yang berdasarkan Pawukon (Wuku)
yang dibedakan menjadi empat kelompok besar diantaranya:
1.
Buddha Kliwon
2.
Tumpek
3.
Buddha Wage/ Buddha
Cemeng
4.
Anggara Kasih
Untuk
memahami rangkaian pelaksanaan hari suci, terlebih dahulu harus mengetahui dan
hafal dengan nama – nama Sasih dalam tahun Saka, hafal nama – nama Wewaran dan
nama – nama Wuku.
- Rumusan Masalah
1.
Apakah pengertian
tentang hari raya suci Tumpek Landep?
2.
Apa saja makna dan
fungsi sarana prasarana dalam melakukan upacara Tumpek Landep?
3.
Bagaimana tata cara
pelaksanaan dalam upacara Tumpek Landep?
- Tujuan Masalah
1.
Agar kita mengerti
arti hari raya suci Tumpek Landep.
2.
Agar kita mengerti
makna dan fungsi banten yang dipergunakan pada melakukan upacara Tumpek Landep.
3.
Agar kita mengetahui
tata cara dalam melakukan upacara Tumpek Landep.
BAB II
PENDAHULUAN
- Pengertian Hari Suci Tumpek Landep
Di
dalam ajaran Acara Agama Hindu, memiliki beberapa hari suci Tumpek yang
memiliki fungsi dan makna berbeda – beda pada setiap hari tumpek. Mengenai
makna dari hari raya suci Tumpek, dapat penulis menjelaskan berdasarkan kosa
kata “Tumpek” berasal dari kata “Tampa” yang artinya turun (kamus jawa kuna
Indonesia), kata tampa mendapat sisipan Um, menjadilah kata “Tumampa”. Dari
kata tumampa mengalami perubahan konsonan, menjadi kata “Tumampak” yang artinya
berpijak, kemudian mengalami perubahan menjadi kata keterangan keadaan sehingga
menjadi kata “Tumampek” yang mengandung arti dekat. Kemudian kata Tumampek
mengalami persenyawaan huruf “M”, sehingga menjadi kata “Tumpek”. Dengan demikian
hari suci tumpek adalah mengandung penegrtian dan makna bahwa pada hari suci
Tumpek merupakan hari peringatan turunnya kekuatan manifestasi Sang Hyang Widhi
ke dunia.
Hari
raya Tumpek Landep adalah hari yang dikhususkan untuk memohon keselamatan
kepada Tuhan Yang Maha Esa yang dalam wujudnya sebagai Dewa Senjata ( Pasupati
). Tumpek Landep diperingati saat Saniscara Kliwon wuku Landep setiap 6 bulan
sekali. Pelaksanaan upacara Tumpek Landep dilaksanakan di Bali karena
mengandung hakekat dan makna yang tinggi dan sangat berhubungan dengan
kehidupan manusia di dunia terutama mengenai intelegensi manusia, karena
manusia itu sendiri adalah termasuk makhluk religious yang selalu berhubungan
dengan kekuatan supra natural.
Dari
kata Landep sendiri mengandung pengertian Tajam atau ketajaman. Tumpek
Landep adalah ungkapan rasa terima kasih umat Hindu khususnya di Bali terhadap
Sang Hyang Widi Wasa yang turun ke dunia dan memberikan ketajaman
pemikiran kepada manusia. Adapun ketajaman itu layaknya senjata yang berbentuk
lancip/runcing seperti keris, tombak dan pedang.
Dalam
pengertian lain bahan logam seperti besi, perak, perunggu tersebut sudah
banyak membantu dan mempermudah pekerjaan manusia dalam kehidupan sehari
hari. Hari raya Tumpek Landep sendiri adalah rangkaian dari hari
raya yang lain dan bila diurutkan akan seperti ini : hari raya Galungan, hari
raya Kuningan, hari raya Saraswati dan hari raya Siwaratri dan hari raya Tumpek
Landep itu sendiri. Dalam perayaan Tumpek Landep sendiri bisa dilakukan di rumah
dan pura dengan cara mengumpulkan benda benda pusaka atau benda yang terbuat
dari logam, upacara ini dilakukan dari pagi hingga sore hari.
Upacara
ini terus dilakukan secara turun temurun sampai saat ini, dimana pada masa
sekarang tidak hanya senjata yang terbuat dari besi namun barang/alat lain yang
mengandung unsur besi atau benda dapat bergerak terbuat dari logam
seperti (sepeda motor, mobil) alat rumah tangga dan lain lain yang
ikut diupacarakandiberikan hiasan khusus dari janur yang di sebut tamian.Saat
upacara berlansung benda benda yang terbuat atau mempunyai unsur logam ini
diberikan sesajen agar dapat mempermudah dan memperlancar kegiatan manusia
untuk menjalani kehidupan sehari hari.
Dari
pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa hari raya Tumpek Landep adalah hari
raya mengandung arti permohonan, ungkapan rasa syukur dan terima kasih
kepada Sang Pencipta yang telah memberikan kemudahan, rahmat dan
ketajaman pikiran, di hari ini juga manusia dan umat Hindu khususnya di Bali di
ajarkan agar dapat mempergunakan dan memanfaatkan benda yang terbuat dari logam
untuk kesejahteraan dan kemakmuran dalam menjalankan kehidupan.
Bali
ialah suatu daerah yang kental sekali perpaduan unsur budaya, adat istiadat,
maupun kepercayaan, sehingga ketika Anda datang ke Bali bukan hanya bisa
menyaksikan berbagai keindahan alam yang mewujud dalam pantai, laut, gunung,
lembah, sungai, namun juga keunikan dan kekhasan lainnya dari masyarakat yang
ada disini. Salah satunya, kalau bertepatan waktunya, Anda bisa menyaksikan
upacara pada Hari Raya Tumpek Landep ini. (Sudarsana,2003:15)
- Sarana Upakara Pelaksanaan Tumpek Landep
Makna
hari suci Tumpek Landep dapat dijelaskan sebagai berikut berdasarkan pada
sumber – sumber sastra Agama Hindu serta dari makna yang terkandung didalam
sebutan Pasupati. Kata Pasupati berasal dari kata “Pasu” dan “Pati”
kemudian kata pasu dapat diartikan “Sato” dan untuk mendapatkan maknanya maka
kata Sato dapat dihubungkan dengan Tattwa, menjadilah kata “Sattwa”. Sedangkan
kata sattwa berasal dari suku kata “Sat” dan “Twa”,dengan demikian kata Sat
dapat diartikan “Inti” sedangkan suku kata Twa dapat diartikan “Kebenaran”.
Demikian
juga kata Pati dapat diartikan “Sumber” oleh karena itu maksud dari kata
pasupati adalah “kekuatan yang timbul, tetap bersumber pada kebenaran”. Pada
pelaksanaan upacara Tumpek Landep juga mempergunakan sarana Uparengga (simbul
suci) yang bersifat tajam yaitu sebilah “senjata keris” karena keris ini
memiliki tiga buah mata pisau yaitu pada :
1.
Rai keris sebelah
kanan sebagai nyasa simbol kekuatan Hyang Brahma memiliki kekuatan “Sakti”.
2.
Rai keris sebelah kiri
sebagai simbol kekuatan Hyang Wisnu memiliki kekuatan “Sidi”.
3.
Pada ujung keris
adalah sebagai simbol kekuatan Sang Hyang Siwa memiliki kekuatan “Mandhi”.
Dari
ketiga kekuatan tadi tidak hanya bersifat spiritual saja namun juga bersifat
nyata, seperti kata “Sidhi” juga dapat diartika “Sidha” yang maksudnya
kebersihan, sedangkan kata “Sakti” dapat diartikan “Sakta” yang dimaksudkan
ada, dan kata “Mandhi” dapat diartikan “Mandha” yang maksudnya selalu mengalir.
Dengan demikian segala bentuk anugrah dari Sang Hyang Widhi kedunia selalu
bersifat “Wahya” dan “Diatmika” (sekala niskala), agar tetap terjaganya
keserasian, keseimbangan dan keselarasan antara dunia dan akherat atau alam
bhaka dan alam fana. Sehubungan dengan simbol senjata keris tadi adalah
merupakan budaya hindu yang mengandung nilai – nilai tattwa yang sangat tinggi
dan sacral, karena setia ada kegiatan upacara hindu lebih sering disertakan
dengan sebilah keris seperti upacara masang pedagingan, upacara tebasan
penampahan, upacara pernikahan, upacara mepulang dasar bangunan suci, pada
upacara nuntun Bhatara, Dewa Hyang, dan lain – lainnya. (sudarsana,2003:18)
Namun
kenyataannya dizaman sekarang dikalangan umat hindu bnayak umat yang tidak
memiliki senjata keris karena warisan, kerisnya pun dijual dijadika uang dan
banyak keris – keris yang sakral berada pada orang – orang barat. Oleh karena
itu, melalui tulisan ini penulis memohon dengan hormat kepada umat hindu agar
kembali membudidayakan senjata keris. Demikian juga mengenai pengertian umat
hindu dimasa sekarang terhadap makna dari pelaksanaan Tumpek Landep sering kali
dipersepsikan adalah hari pawetonan mobil, penegrtian demikianlah keliru namun
mobil tersebut boleh dibuatkan upacara pada hari tumpek landep tetapi nilai
simbol agama yang berupa keris harus ada karena keris tersebut juga
menyimpulkan adanya Tri Bhuwana di Bhuwana Agung (Bhur,Bwah,Swah) dan Tri
Bhuwana yang ada di Bhuwana Alit (Sabda,Bayu,Idep). Adapun sarana dan prasarana
dalam Tumpek Landep yaitu :
1.
Upakara munggah di
kemulan
- Pejati lengkap asoroh
- Tumpeng abang 2 bungkul lengkap dengan rerasmen, dengan sampian tumpeng, penyeneng semuanya memakai sarana daun endong bang.
- Canang pesucian
1.
Upakara ayaban sinestane
mempergunakan tumpeng 5 bungkul
- Banten sesayut pasupati
- Banten prayascita
- Bayekawonan
- Segehan abang 1 tanding
- Tata Cara Pelaksanaan Tumpek Landep
Dalam
hubungannya dengan pelaksanaan ajaran Agama Hindu, kata ācāra sering diberi
awalan upa, yang bermakna sekitar sehingga kata upācāra bermakna sekitar tata
cara pelaksanaan Agama Hindu. Dengan demikian ācāra agama Hindu menyangkut
persoalan sekitar tempat upacara (lokasi), saat upacara (durasi), suasana
upacara (situasi), rangkaian upacara (prosesi), ucapan upacara (resitasi), alat
upacara (sakramen), dan bunyi-bunyian upacara (instrumen). Akan tetapi dalam
pelaksanaannya upācāra agama Hindu terkadang menunjukkan adanya perbedaan di
berbagai daerah sesuai dengan sima atau drsta-nya masing-masing.
Acara
dalam maknanya sebagai kebiasaan memang memiliki arti yang kurang lebih sama
dengan kata ”drsta”. Drsta berasal dari urat kata Sansekerta ”drs” yang berarti
memandang atau melihat. Kemudian, kata ”drsta” memiliki makna konotatif yang
sama dengan tradisi (Sudharma, 2000). Acara atau Drsta dibagi menjadi 5 (lima),
yaitu :
1.
sastra drsta berarti
tradisi yang bersumber pada pustaka suci atau sastra agama Hindu;
2.
desa drsta berarti
tradisi agama yang berlaku dalam suatu wilayah tertentu;
3.
loka drsta adalah
tradisi agama yang berlaku secara umum dalam suatu wilayah;
4.
kuna/purwa drsta
berarti tradisi agama yang bersifat turun-temurun dan diikuti secara terus
menerus sejak lama; dan
5.
kula drsta adalah
tradisi agama yang berlaku dalam keluarga tertentu saja
Perbedaan
pelaksanaan ācāra agama karena perbedaan drsta ini hendaknya tidak menjadi
masalah, tetapi sebaliknya menjadi kekuatan Hindu untuk menumbuh-kembangkan
lokal jenius di setiap daerah sehingga Hindu dapat tampil dengan karakter lokal
yang unik dan khas.
Berkenaan
dengan pelaksanaan upacara Tumpek Landep menurut isi lontar Sundarigama di atas
maka upacara ini difokuskan pada pemujaan Bhatara Siwa dalam manifestasi-Nya
sebagai Sanghyang Pasupati. Adapun tata cara pelaksanaannya adalah sebagai
berikut.
Di
Sanggar Pamujan atau Sanggah/Merajan dihaturkan tumpeng putih selengkapnya,
lauknya ikannya ayam, grih trasibang (ikan asin dan terasi merah), sedah, dan
woh (buah-buahan). Banten ini dipersembahkan kepada Bhatara Siwa. Dengan
pangastawa-nya sebagai berikut:
Om Namah Siwaya sarwaya
Dewa-dewa ya wai namah
Rudraya bhuwanesaya
Siwa rupaya wai namah
Pada
sarana yang akan diupacarai (senjata, alat-alat dari besi, mobil, motor, dan
sebagainya) dihaturkan sesayut jayeng prang, sesayut kusuma yudha, suci,
daksina, peras, dan canang wangi-wangi. Babantenan ini di-ayab-kan kepada semua
sarana tadi dengan puja astawa dipersembahkan kepada Sanghyang Pasupati. Adapun
pangastawa-nya sebagai berikut:
Om Namaste Bhagawan Wisno
Namaste Bhagawan Hare
Namaste Bhagawan Krsna
Jagat raksa namostute
(Pasupati
Stawa dikutip dari Pudharta, 2008:10)
Dalam
praktik keberagamaan Hindu nusantara yang tidak saja berasal dari etnis Bali
maka tata cara pelaksanaan Tumpek Landep dapat disesuaikan dengan kebudayaan
daerah masing-masing. Tradisi Jawa (kejawen) misalnya, juga mengenal ritual
membersihkan senjata pusaka seperti keris, tumbak, dan pedang pada tanggal 1
Suro. Di keraton Yogyakarta (Ngayogyakarta Hadiningrat) upacara ini
dilaksanakan secara besar-besaran dengan gelaran acara “Kirab Pusaka Kraton”.
Ini menunjukkan bahwa tradisi yang sejenis dengan Tumpek Landep sangat mungkin
ditemukan dalam berbagai tradisi lokal. Oleh karena itu, akan lebih baik jika
tradisi lokal tersebut tetap dilanjutkan serta memadukannya dengan sentuhan
khas Hinduisme sehingga tradisi ini melekat dalam sanubari umat Hindu di
seluruh Indonesia.
Pertama
– tama ngunggahang upakaranya dikemulan rong tengah, sedangkan pada rong yang
lainnya boleh mempergunakan banten soda atau canang sari.
1.
Pada rong tengah dari
kemulan, ngunggahang toya (air) berisi asaban cendana, majagau dan menyan serta
berisi base tubungan 1 buah.
2.
Kemudian mengambil
sebilah keris atau tombak (memiliki tiga mata pisau) sebagai simbol. Keris atau
tombak tersebut dibersihkan dengan minyak wangi, kemudian diletakkan pada
banten sesayut pasupati yang sudah tertata.
3.
Pemimpin upacara
menyiapkan diri untuk nganteb upakara tersebut, dimulai dengan tirta
pembersihan.
4.
Pemimpin upacara
memulai melaksanakan pengutpeti, stiti melalui pengastawanya.
5.
Pengastawa kehadapan
Hyang Siwa Raditya (idem).
6.
Pengastawa kehadapan
Sang Hyang Tri Murti.
Mantra
:
Ong, Dewa Dewa Tri Dewanam
Tri Murti Tri Linggadmanam
Tri Pusura Sudha Nityam
Sarwa Jagat Pranamyanam
Ong, Hrang Hring Syah Tri Murti
Yenamah Swaha
7.
Pengastawa kehadapan
Sang Hyang Pasupati
Mantra
:
Om Sanghyang Pasupati Ang-Ung Mang ya namah svaha
Om Brahma astra pasupati, Visnu astra pasupati, Siva astra
pasupati, Om ya namah svaha
Om Sanghyang Surya Chandra tumurun maring Sanghyang Aji
Sarasvati-tumurun maring Sanghyang Gana, angawe pasupati maha sakti, angawe
pasupati maha siddhi, angawe pasupati maha suci, angawe pangurip maha sakti,
angawe pangurip maha siddhi, angawe pangurip maha suci, angurip sahananing raja
karya teka urip, teka urip, teka urip.
Om Sanghyang Akasa Pertivi pasupati, angurip keris,
Om eka vastu avighnam svaha
Om Sang-Bang-Tang-Ang-Ing-Nang-Mang-Sing-Wang-Yang-Ang-Ung-Mang
Om Brahma pasupati
Om Visnu Pasupati
Om Siva sampurna ya namah svaha
Sesonteng
:
Sang
tabeya Namasiwa ya, pukulun paduka Bethara Sang Hyang Siwa Raditya, Sang Hyang
Ulan Lintang Tranggana meraga Sang Hyang Triodasa Saksi, Sang Hyang Tri Murti,
mekadi Sang Hyang Pasupati, saksinin pangubhaktin pinakengulun, angaturaken
tadah saji pawitra seprakaning saji pasupati asung kertha nugraha Bethara anugraha
ripinakangulun, kesidhian, kesaktian, kemandian, manut ring swadharmaningulun
nanging akedikulun angaturaken, agung pinakengulun amelaku, mangda tan keneng
kecampahan, cakrabhawa, tulahpamidi de paduka Bethara kinabehan. Ong sidhirastu
pujaningulun.
8.
Sesudah itu ngaturang
pesucian dengan memercikkan tirta prayascita, bayekawonan, pesuciannya, dan
penyeneng, kea rah bangunan suci kemulan dan kepada senjata keris.
9.
Selanjutnya
mengucapkan mantra pebhuktyan.
10. Kemudian Sang Penganteb memimpin
persebahyangan bersama, sampai selesai metirtha, memakai bija,maka selesailah
sudah pelaksanaan dari upacara Tumpek Landep.
BAB III
PENUTUP
- Kesimpulan
Salah
satunya Hari suci Tumpek Landep yang dirayakan Saniscara Kliwon Wuku Landep.
Tumpek Landep menjadi hari raya tumpek yang pertama dalam satu siklus pawukon.
Dalam hari raya ini orang Bali mengupacarai berbagai jenis senjata, alat
pertanian, perabotan rumah tangga terutama yang terbuat dari besi. Dan dalam
jaman modern seperti sekarang sampai dengan mobil dan pesawat diupacarai,
mungkin itu cara orang Bali dalam menghargai berbagai hal meskipun itu pada
dasarnya benda mati, dan orang Bali percaya kalau kita menghargai sesuatu
secara tidak langsung kita menghargai diri kita.
Secara
konsepsi, menurut yang pernah saya baca dalam buku Hari Raya tumpek yang dipuja
pada hari Tumpek Landep adalah Sanghyang Pasupati. Selain itu, Tumpek Landep
juga sebagai pujawali Batara Siwa yang berfingsi melebur atau mamralina. Tumpek
Landep merupakan hari peringatan untuk memohon keselamatan ke hadapan Hyang
Widi Wasa dalam Manifestasinya sebagai Dewa Senjata atau peralatan yang dibuat
dari besi, logam, perak, emas dan sejenisya yang dipergunakan oleh manusia
dalam kehidupan.
Pengharapannya
tentu saja agar segala benda yang telah sangat membantu aktivitas manusia itu
kian diberkahi sehingga tetap memberikan tuah, tetap memberikan manfaat bagi
kerahayuan umat manusia dan dunia. Di sini juga tersirat adanya ungkapan terima
kasih manusia Bali terhadap berbagai jenis benda atau alat-alat produksi
tersebut. Beginilah memang cara tradisional manusia bali menghargai keberadaan
teknologi. Kendati pun secara fisik yang tampak adalah pemberian sesajen kepada
senjata pusaka atau alat-alat produksi, secara esensi sejatinya sebagai
pernyataan syukur dan penghargaan karena segala teknologi itu telah membantu
manusia dalam menjalani hidup dan penghidupannya.
Itu
berarti manusia Bali mesti mengedepankan logika, olah piker. Pesan ini pula
yang disiratkan dari perayaan hari Tumpek Landep. Agar manusia tiada henti
mengasah ketajaman pikirannya sehingga tercapai kecemerlangan budi.
Dalam
buku Ajaran Agama Hindu : Acara Agama (Yayasan Dharma Acarya, 2003) kata landep
berarti ‘tajam’ atau ‘ketajaman’. Dengan demikian hari suci Tumpek Landep
adalah peringatan turunnya manifestasi Sanghyang Widhi Wasa ke dunia dengan
prabawa Shanghyang Pasupati untuk menganugrahkan intelegensia (IQ) kepada semua
mahluk di dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar